05 October 2016
Keinginan dan harapan setiap pasangan yang telah menikah adalah memiliki anak. Dan jika ada yang bertanya padaku, apa kebahagiaan terbesar diriku, aku pasti menjawab, "Pada saat aku masih bayi, dan berada dalam pelukan ibuku. Juga pada saat aku menjadi ibu dan memelukbayiku."
Omar Latifathul Achmad, merupakan janin mungil yang berada di dalam rahimku selama sembilan bulan. Ia lahir pada 26 Juli 2016 di Makassar, dan mengubah dunia kedua orangtuanya Nindita Widya Hutami, dan Muhammad Arrumi Achmad.
Aku sempat tak percaya diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk memiliki seorang anak dengan cepat. Maklum, mulai perkenalan, pernikahan hingga hamil merupakan hal yang singkat. "Ini rezeki dari Allah, semua yang terjadi atas kehendak dan restunya," ungkap suamiku saat tahu diriku berbadan dua.
Semasa kehamilan, aku tak mengalami ngidam seperti ibu-ibu lainnya. Namun suamiku lah yang kerap mencari rujak di sela waktu bekerjanya.
Suamiku begitu bahagia dengan kehamilanku ini, dia tak pernah berhenti mengusap, dan menciumi perutku yang besar sambil membacakan asmaul husna. Kami pun tak pernah lepas untuk salat berjamaah, serta mengaji bersama.
Saat usia kandunganku mulai tua, suamiku tak pernah lelah untuk memberiku semangat bergerak, mulai senam hingga jalan-jalan agar ketika melahirkan nanti tidak sulit. Bahkan dia pun menemaniku jalan pagi.
Kalau dia mulai melihat aku malas, suamiku menemani senam hamil di rumah, seperti seorang instruktur dia mengajariku dengan galak tapi bukannya takut justru membuatku tertawa terbahak-bahak karena lucu.
Omar nongol di dunia lebih cepat dari perkiraanku dan dokter. Padahal sebelumnya aku masuk rumah sakit karena sakit diare, namun keesokan harinya aku merasakan kontraksi hebat. Rupanya itu tanda aku mau melahirkan.
Alhamdulillah, Omar lahir dengan normal. Sayangnya, suamiku tak menemaniku melahirkan karena sedang bertugas di luar kota. Setelah dikabari, dia pun bahagia, dan tak sabar untuk segera pulang untuk bertemu dengan putra kesayangannya.
Meski sibuk dengan pekerjaan kantor, tapi Rumi tak pernah lelah untuk meninabobokan Omar setiap malam. Uniknya, suamiku selalu melantunkan lagu-lagu nasional saat mengendong buah hatinya.
Suamiku sangat sabar untuk mendiamkan Omar kalau sedang rewel hingga benar-benar tertidur. Saking sayangnya dengan Omar, suamiku pun tak bisa tidur jauh dari anaknya. Akhirnya, aku harus menyelinap di antara mereka.
Di usia dua bulan, Omar sepertinya sudah mengerti apa yang suamiku bicarakan. Omar bisa tertawa terbahak, atau menyimak kalau Rumi mendongengkan cerita. Bahkan, jika Rumi bertugas ke luar kota, keduanya betah mengobrol melalui video call.
Kami sangat menikmati hari-hari sebagai orangtua. Kami berharap Omar bisa tumbuh menjadi pemuda yang menjadi panutan bagi orang lain. Dan bisa berperilaku menjadi laki-laki yang lembut persis seperti makna dari namanya.
http://health.liputan6.com/read/2615164/usia-2-bulan-omar-sudah-video-call-dengan-sang-ayah